Archive for the ‘Sport’ Category

Setelah menyelesaikan tugas-tugas sebagai Ketua TP PKK Kota Denpasar, Ketua Dekranasda Kota Denpasar dan jabatan lain, Ida Ayu Selly Fajarini Mantra tetap sibuk. Namun, kesibukan kali ini berkaitan dengan sepeda. Perempuan yang akrab disapa Dayu Selly ini bahkan sudah bersepeda hingga ke Karangasem. Apa tipsnya?

“Saya mulai intens bersepeda sejak 2009 ketika Denpasar mulai melaksanakan Car Free Day. Waktu itu pakai sepeda lipat dan sesekali MTB. Seiring kesibukan mendampingi Tu Aji sebagai Walikota Denpasar, kegiatan bersepeda mulai menurun. Tetapi, saya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga di rumah,” ujar Dayu Selly.

Olahraga pilihannya mulai dari zumba hingga lari di treadmill. Jika ada waktu luang, ia ikut hash. Menikmati alam secara langsung menjadi alasannya menggemari olahraga jalan kaki lintas alam mengikuti petunjuk ini. “Ada kepuasan dan kebahagiaan ketika menghirup udara langsung dari alam, back to nature,” ujar istri IB Rai Dharmawijaya Mantra ini.

Kala pandemi Covid-19 melanda dan tugas sebagai abdi masyarakat Denpasar sudah selesai, Dayu Selly mulai lagi mengayuh sepeda. Ia mengajak sang suami untuk bersepeda bersama. Jalur yang ditempuh pun dicari yang melewati areal persawahan dan alam terbuka.

“Kami bersepeda bukan untuk balap-balapan atau cari prestasi. Kami bersepeda untuk cari kebahagiaan agar bisa meningkatkan imun. Sambil bersepeda, sempatkan diri untuk berfoto dan unggah di media sosial. Ternyata banyak yang memberi respons dan ikut bersepeda ke jalur itu. Kalau ada tempat kuliner, kami juga menikmatinya sekalia membantu untuk promosi pedagang juga ,” ujar perempuan yang tergabung dalam komunitas Woman Cycling Club (WCC) Bali, komunitas Seven-Eleven, dan komunitas bersepeda alumni Smansa Denpasar.

Dari beberapa rute yang pernah dijajal, Dayu Selly mengaku tiap rute punya cerita sendiri. Ada yang kehujanan di tengah jalan, jatuh dari sepeda, sampai kepanasan karena bersepeda di siang hari.  Semua pengalaman itu diunggah di IG @sellymantra yang memiliki lebih dari 75 ribu pengikut. Berkat unggahan itu, ia banyak menerima komentar dan sering dijadikan sumber inspirasi karena rajin berolahraga.

“Kami juga pernah bersepeda sembari melakukan aksi sosial, istilahnya gowes sharing ke Sibetan, Karangasem. Saat itu WCC memberikan bantuan sembako dan kursi roda. Dananya dari urunan anggota. Ke depan, aksi sosial ini akan dilakukan lagi,” ungkap penerima penghargaan Perempuan Inspiratif  Tokoh 2016 ini.

Di usia lebih dari 50 tahun ini, Dayu Selly berusaha untuk tetap menjaga kesehatan. Ia tidak mau ngoyo untuk bersepeda demi jarak. Baginya, kesehatan tetap yang utama. Alat pendeteksi detak jantung selalu dibawa. Ketika alat sudah mendeteksi detak jatung mendekati maksimal, ia akan berhenti sejenak.

“Saya sudah konsultasi dengan dokter tentang olahraga yang disarankan untuk usia diatas 50 tahun. Pilihan yang relatif aman adalan bersepeda, berenang, dan yoga. Saya pilih bersepeda karena bisa menghirup udara langsung dari alam. Tetapi, kondisi tiap orang berbeda-beda ya, jangan pernah memaksakan diri untuk berolahraga tetapi hasilnya malah membuat sakit,” ungkapnya.

Sebelum bersepeda, Dayu Selly dan suaminya akan mencari informasi tentang rute yang dilalui. Asalkan rute itu melewati areal persawahan dan ada tempat wisata kuliner, mereka pasti setuju.

“Ingat untuk selalu menaati aturan lalu lintas. Cek kondisi kesehatan sebelum bersepeda karena tujuan kita untuk mencari sehat. Kalau cuaca hujan sebelum mulai bersepeda, lebih baik bersepeda ditunda. Tetapi, kalau hujan di tengah perjalanan, tetap hati-hati dan waspada,” ujarnya memberi tips. (Ngurah Budi)

Sebagai produsen sepatu dan pakaian olahraga yang sudah mendapat tempat di Indonesia, League kini mencoba terobosan baru. League bersiap untuk go international. Upaya ini dilakukan dengan membuka gerai di Ion, pusat pertokoan di Orchard Road, Singapura. Hal ini diungkapkan Hartono Wijaya, COO Berca Retail Group yang menanungi League, Kamis (24/3) di sela-sela trade show Fall/Winter 2011.

“Bulan Mei 2011 kami akan buka gerai di Ion Orchard. Kami siap untuk bersaing di antara brand-brand internasional. Setelah Singapura, kami akan menyasar Inggris dan Amerika Serikat. Kalau untuk ekspor, kami sudah mengirimkan ke Korea, Arab, dan Malaysia. Kami ingin League diakui sebagai produsen sepatu dan pakaian olahraga dunia yang berpusat di Indonesia,” ujar Hartono.

Hartono Wijaya, COO Berca Retail Group

Kesiapan untuk go international ini sudah dilakukan sejak 2009. Ketika pasar sepatu dan pakaian olahraga mengalami kekosongan untuk harga menengah ke atas (Rp 300 ribu-600 ribu), League hadir mengisi kekosongan tersebut. Setelah mendapat apresiasi luar biasa, League meningkatkan target dengan menjajal pasar premium (harga Rp 800 ribu-1 juta). Hasilnya juga tidak mengecewakan. League diterima sebagai produk yang memiliki nilai lebih disbanding sepatu serupa.

“Kami memiliki produk yang memanfaatkan teknologi. Designer office kami di Portland, AS terus menerus melakukan pengembangan produk. Yang terbaru, kami membuat sepatu untuk basket yang menggunakan jel. Saat dipakai meloncat, teknologi jel ini membantu member tenaga dorong. Saat mendarat, jel yang empuk akan terasa nyaman,” papar Hartono.

Bukti dari keseriusan League untuk menjadi brand internasional dengan menggandeng brand ambassador yang sudah dikenal publik. Mereka diantaranya, Kim Jeffery Kurniawan (pemain naturalisasi Persema Malang), Vernard Hutabarat (kapten timnas futsal Indonesia) dan Sherina (artis muda berbakat). Agresifnya League juga ditopang promosi di televisi. Target mereka, memimpin pasar premium di Indonesia sekaligus melangkah untuk go international.

Hartono menegaskan League akan menjadi penerobos pasar internasional. Di belakang League akan banyak produsen sepatu olahraga dari Indonesia yang siap mengikuti. “Idealisme kami adalah menjadikan League sebagai brand Indonesia yang dipercaya internasional,” tegasnya.

Ia menambahkan League terbuat dari bahan-bahan yang ada di Indonesia dan kapasitas pabrik sudah bisa 1 juta sepatu per bulan. Kesiapan ini akan mendukung League untuk menjajal pasar internasional. Bahkan ke depan, mereka merancang flagship yang menjadi service center League.

Terkait trade show, League mengadakan di empat kota, Denpasar (24/3), Surabaya (31/3), Yogyakarta (7/4), dan Bandung (14/4). Tiap trade show, dipamerkan sepatu dan pakaian olahraga keluaran terbaru. “Denpasar menjadi kota pertama karena Denpasar kami nilai sebagai barometer fashion. League selain bermain di sport juga menyasar lifestyle,” tandas Hartono. –wah

Turnamen sepak bola Perkanthi III/2011 usai digelar. Padang Sumbu Putra (PSP) berhasil menjadi kampiun setelah mengalahkan Kundalini FC dengan skor 2-1. Prestasi tim asuhan Ida Bagus Mahayasa dan Wayan Mudita ini mengulang kesuksesan mereka dalam Piala Perkanthi II/2007. Tuan rumah Putra Perkanthi yang menurunkan tim A dan B harus puas hanya sampai di babak perempatfinal. Namun, itu tak mengurangi semangat anak-anak Jimbaran untuk terus bermain bola.

“Kami punya 50 anak-anak yang sudah terbina di klub. Dalam turnamen, kami berikan mereka kesempatan hingga jadilah dua tim. Turnamen Perkanthi III untuk U-23 plus 3 senior ini kami jadikan sarana untuk mengasah kemampuan anak-anak yang hobi bermain sepak bola,” ujar Nyoman Wartha, ketua panitia pelaksana turnamen yang juga ketua harian Putra Perkanthi.

Turnamen yang digelar 20 Januari-13 Februari 2011 ini memiliki tujuan menjaring bibit-bibit pesepak bola yang akan diterjunkan di Porprov. Bali. Selain itu, melalui turnamen ini diharapkan muncul bibit-bibit muda yang siap menjadi pemain professional di kemudian hari.

Menggali bibit pesepakbola dimulai dari anak-anak

Turnamen ini pertama kali diadakan tahun 2001. Ketika itu, tuan rumah menjadi kampiun, Turnamen kedua digelar tahun 2007 sedangkan turnamen ketiga tahun 2011 dengan  juara PSP. Soal loncatan tahun pelaksanaan, Wartha mengakui kendalanya pendanaan.

Ia menuturkan vakumnya kegiatan Persekaba sebagai induk sepak bola di kabupaten Badung membuat para pemain bola dan penggila bola miris. Pemain hanya latihan tanpa ada kompetisi atau turnamen, sedangkan penggila bola tidak mendapat kesempatkan menyaksikan pertandingan. Kegundahan hati ini lalu direalisasikan dengan menggelar turnamen dengan menghadirkan klub-klub sepak bola yang ada di Badung, Denpasar, dan Gianyar.

Nama Putra Perkanthi di kancah persepakbolaan Bali cukup disegani. Tahun 1990, mereka menjadi runner up Kejuaraan sepak bola antar klub se-Indonesia. Di babak final, yang digelar di lapangan Lebak Bulus, Jakarta, Sujata dkk dikalahkan PS Krida Rembang. Kekalahan ini mampu melecut semangat para pemain untuk terus mengembangkan kemampuan diri.

Karyawan hotel yang juga pelatih sepakbola di SMA 1 Kuta dan SMP 1 Kuta Selatan ini menambahkan minat anak-anak Jimbaran untuk bermain sepak bola cukup tinggi. Karena itu, Putra Perkanthi mulai melakukan pembinaan sejak dini dengan menyiapkan tim mulai U-10. “Kami ingin menghimpun anak-anak Jimbaran atau skuad lokal yang hobi bermain bola untuk dilatih dan diberikan teknik yang benar di sekolah sepak bola (SSB). Jika besar nanti, mereka bias menjadi pemain professional. Dulu orang tua tidak mengira kalau dengan bermain bola bias hidup mapan. Sekarang kondisi berubah. Dengan menjadi pemain bola professional, orang bias hidup berkecukupan,” ujar Ketua Asosiasi Sekolah Sepak Bola Badung yang sekretariatnya di kantor Putra Perkanthi ini.

Apa yang disampaikan Wartha bukan hanya omong kosong. Anak sulungnya, Gede Jeno Willyantara adalah bukti nyata. Pemain binaan Putra Perkanthi ini kini memperkuat Bali Devata di Liga Primer Indonesia (LPI). Prestasi Jeno ini diharapkan mampu menghadirkan Jeno-Jeno baru dari Jimbaran.

Agar anak-anak memiliki ajang untuk mengasah kemampuan, Asosiasi mengadakan turnamen kecil tiap bulan di tiap kecamatan. Setahun sekali diadakan turnamen akbar di lapangan Yoga Perkanthi yang lapangannya sudah standar nasional dan dilengkapi kamar ganti ber-AC.

Satu lagi impian Wartha adalah bangkitnya sepak bola Badung. Dulu, Persekaba sempat mencuat, namun belakangan meredup. “Saya sebenarnya masuk dalam kepengurusan yang diketuai Wakil Bupati Badung. Saya masuk tim pemandu bakat. Tetapi, sampai sekarang kami belum dilantik, padahal sudah ukur jas. Semoga prestasi sepak bola Badung khususnya dan Bali umumnya bias bersinar lagi,”  tegas pria yang mendapat dukungan keluarga dalam mengurus sepak bola ini. —wah

Kontingen tuan rumah Pengprov. Lemkari Bali berhasil mempertahankan gelar juara umum dalam Kejurnas Karate Lemkari Terbuka 2011, memperebutkan Piala Ngurah Rai, di GOR Lila Bhuana, yang berakhir Sabtu (15/1). Tahun 2008, ketika Kejurnas dilaksanakan  di Jembrana,  tim Lemkari Bali juga meraih gelar juara umum.

Lemkari Bali meraih empat keping emas, yang dipersembahkan Putu Ayu Novita Sari di nomor kumite junior -48 kg, Ni Made Tari Sumiadi Putri di kumite junior -59 kg, Made Werayoga di kumite junior -76 kg, dan Nengah Suardana di kumite -60 kg senior.

A.A. Nanik Suryani, Ketua Harian Pengprov. Lemkari Bali buka suara mengenai keberhasilan ini. “Kami sudah membuat program rutin jelang Kejurnas. Awalnya level kejuaraan ini Kejurda dengan memperebutkan Piala Ngurah Rai. Namun, karena peserta membludak, sampai ada dari Malaysia, akhirnya levelnya naik menjadi Kejurnas,” ungkapnya.

Nanik yang juga Ketua Panitia Pelaksana Kejurnas menuturkan kejuaraan ini dibuat untuk memberi saluran bagi dojo-dojo yang sudah mempersiapkan karatekanya. Hasilnya memang tidak mengecewakan. Prestasi dojo-dojo yang ada di Bali cukup lumayan.

Perempuan yang juga ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Bali ini menambahkan prestasi Lemkari Bali sempat mengalami fase sulit tahun 1980-1998. Namun, setelah fase sulit itu terlewati, prestasi karateka Lemkari mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Imbasnya, karateka senior yang memiliki prestasi nasionnal masih minim. Tetapi untuk kategori kadet atau pemula, Lemkari Bali sudah memiliki banyak bibit potensial.

“Kami melakukan banyak gerakan untuk membuat Lemkari Bali maju. Kami awali dengan evaluasi  apa yang sudah dilakukan. Setelah itu, kami membuat perencanaan yang berjenjang, penataan organisasi, pembenahan internal dan membuat job description yang jelas. Hal yang sama juga dilakukan kepada para atlet dan pelatih. Latihan mereka terprogram. Tiap tahun kami mengadakan Gashuku (penyeragaman gerak dan teknik) dan rapat kerja. Majelis Sabuk Hitam tiap tiga bulan punya jadwal keliling kabupaten untuk latihan bersama,” jelas cucu pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai ini.

Apa yang dilakukan Nanik bersama pengurus, pelatih, dan karateka memang berat. Tetapi, hasil yang mereka petik cukup membanggakan. Karateka Lemkari Bali kini tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka mampu memberikan yang terbaik. Saat ini terdata 3500 karateka yang bernaung di Lemkari dengan 100 anggota Majelis Sabuk Hitam.

Dibalik prestasi yang sudah dicapai, Lemkari Bali menghadapi beberapa kendala, diantaranya dana fasilitas dojo. “Untuk mengirim karateka ke kejuaraan di luar daerah, masih sulitn untuk mendapatkan sponsor. Tetapi, kami tidak menyerah. Kami terus mencoba melakukan pendekatan agar karateka bias bertanding demi mencapai prestasi maksimal. Mengenai dojo, ada dojo di Kintamani yang karatekanya sangat potensial tetapi fasilitas mereka perlu dilengkapi,” ujar perempuan yang juga aktif di Gapensi dan Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia ini.

Salah satu upaya yang tengah digarap adalah membawa Lemkari ke sekolah-sekolah. Masuknya karateka di ajang Porprov membuat peluang untuk lebih memperkenalkan olahraga karate ke sekolah-sekolah. Target Nanik yang lainnya adalah menjadikan Lemkari sebagai organisasi yang modern yang memiliki database yang akurat dan program kerja yang terukur dan terencana. Ia juga ingin karateka berprestasi mendapat perhatian dri pemerintah khususnya yang menangani bidang olahraga. –wah

Nanik Suryani (nomor 2 dari kiri)

 

Minggu pagi kawasan Renon dipadati orang yang berolahraga. Ada yang hanya berjalan kaki, ada yang lari, bersepeda, bermain skateboard, dan sepatu roda (inline skate). Khusus untuk sepatu roda, baru muncul lagi sejak Juli 2010. Kini para penggemar olahraga sepatu roda ini mengumpulkan diri dalam sebuah komunitas bernama Bali Inline Skate (BIS).

Derry Mark (7,5) rutin ke Renon bersama orangtuanya. Suasana Renon yang biasanya padat lalu lintas memang berubah pada hari Minggu. Program car free day memang berhasil menjadi renon sebagai sentra beragam aktivitas yang bebas dari asap kendaraan bermotor.

Suatu ketika, perhatian Derry tertuju pada kumpulan orang-orang yang bermain sepatu roda di depan Monumen Perjuangan Bajra Sandi. Mereka terlihat lihai meliuk-liukan tubuhnya dan melaju kencang dengan bantuan sepatu roda. Siswa kelas II SD ini pun mengajak ibunya mendekati tempat tersebut. Derry benar-benar tertarik. Ia pun minta dibelikan sepatu roda. “Sejak melihat orang main sepatu roda, Derry sudah tertarik dan ingin mencoba. Ia pun saya belikan sepatu roda. Minggu berikutnya kami ke Renon lagi dan bergabung dengan komunitas sepatu roda untuk belajar bermain sepatu roda,” ungkap Made Mas, ibu Derry.

Perlengkapan standar mulai dari sepatu, helm, pelindung lutut, dan pelindung siku pun dikenakan Derry saat belajar bermain sepatu roda. Karena niatnya yang kuat, Derry bisa cepat menguasai olahraga ini. Ia mendapat bimbingan dari Iwan Ardianto, ketua BIS. Derry lalu mengajak ibunya ikut bermain sepatu roda. “Saya akhirnya ikut main sepatu roda. Derry yang ngasi semangat. Ya..lumayanlah untuk cari keringat,” kata Mas yang baru dua minggu berlatih tetapi sudah ikut aksi street skating keliling Denpasar bersama Telkomsel.

David Allen juga termasuk yang orang getol berlatih sepatu roda. Tahun 1995, pria yang kerap menjadi MC ini sudah mengenal sepatu roda atau yang kala itu tenar dengan nama roller blade. Namun, seiring perjalanan waktu, olahraga sepatu roda ini meredup. “Sekarang aku mulai lagi main sepatu roda. Sembari olahraga bisa menambah teman. Saat ini komunitas BIS sudah mencapai 90 orang,” ujarnya. David yang mengelola AnakRadio Management dan AnakRadio Production juga menjadikan kantornya di kawasan Jalan Mahendradatta sebagai sekretariat BIS.

Ia berharap dengan makin dikenalnya sepatu roda, akan muncul banyak bibit-bibit potensial khususnya dari kalangan anak-anak. Ketut Sukamara mengatakan hal senada dengan David. Pemilik biro perjalanan ini ingin sepatu roda bergairah kembali. “Saya dari dulu sudah senang sepatu roda. Begitu ketemu Iwan, kami langsung klop. Apalagi teman-teman yang bergabung makin banyak. Ini menunjukkan potensi untuk melahirkan atlet-atlet sepatu roda sangat terbuka lebar,” ujarnya seraya mengatakan anaknya yang berusia 9 tahun juga diajak bermain sepatu roda.

Ke depan, mereka berharap bisa membuat kompetisi untuk para penggemar sepatu roda. Untuk itu, Iwan, David, Sukamara, dan komunitas BIS berharap ada perhatian pemerintah dengan menyiapkan skatepark yang bisa dimanfaatkan pengguna sepatu roda dan skate board. “Berolahraga bisa membuat anak-anak dan remaja lebih disiplin. Mereka bisa memanfaatkan potensinya untuk menggapai prestasi, dari pada melakukan hal-hal negatif,” tandas Sukamara.

Aktivitas olahraga sepatu roda di Renon, Denpasar

Iwan menambahkan, untuk bergabung dengan komunitas BIS, ia mempersilakan untuk datang ke Renon tiap Minggu pagi. “Selain di Renon, kami juga rutin berkumpul tiga kali seminggu. Jangan khawatir kalau tidak punya sepatu roda. Bisa pinjam punya teman,” ujarnya. Soal sepatu, Iwan mengatakan kini sudah bermunculan lagi penjual atau distributornya. Harga yang ditawarkan mulai Rp 500 ribu. Sepatu roda ada dua jenis, yakni untuk rekreasi yang memiliki 4 roda di masing-masing sepatu dan untuk agresif atau ekstrem yang hanya menggunakan 2 roda di masing-masing sepatu. –wah