Hubungan Seks saat Hamil

Posted: January 21, 2011 in Health
Tags: , , , , , ,

dr. Made Suyasa Jaya Sp.O.G.(K)

Pakai Kondom di Trimester Terakhir

Ada mitos yang mengatakan saat hamil jangan melakukan hubungan seksual. Ada juga mitos yang mengatakan saat hamil, hubungan suami-istri harus dilakukan untuk melengkapi organ-organ tubuh janin. Benarkah mitos-mitos ini. Jika “ngotot” ingin melakukannya, apa yang harus dilakukan?

“Sekarang zaman sudah canggih. Informasi bisa didapatkan dari internet. Karena itu, saya berani melakukan hubungan seksual dengan istri yang sedang hamil. Referensinya ya dari internet,” ungkap Gus Sura yang istrinya tengah hamil 7 bulan.

Ia mengaku sejak tahu istrinya mengandung anak kedua, tak pernah risau untuk melakukan hubungan seksual. Dari internet ia mempelajari “gaya” yang bisa digunakan saat melakukan hubungan ini. Ternyata sang istri tak keberatan dan mereka bisa menikmatinya.

Saat dikonsultasikan ke bidan yang merawat sang istri, bidan juga mempersilakan asalkan jangan terlalu dipaksa. “Saya juga memperhatikan kondisi istri yang lagi hamil. Malahan dari info yang saya dapat, saat hamil, keinginan melakukan hubungan seksual juga tinggi. Biar aman, saya pakai gaya samping,” ujarnya.

Menurut dr. Made Suyasa Jaya Sp.O.G.(K), konsep dasar ibu hamil bukanlah orang “sakit” atau pasien, sehingga tidak ada kontraindikasi mutlak atau larangan-larangan tertentu terhadap mereka untuk beraktivitas normal, sepanjang tidak ada risiko di kehamilannya.

Demikian pula terhadap hubungan suami-istri saat kehamilan. “Tidak ada larangan mutlak kecuali kehamilan tersebut berisiko seperti plasenta/ari-ari letaknya rendah atau bahkan menutupi jalan lahir, ada riwayat pecah ketuban, riwayat abortus berulang, riwayat persalinan prematur berulang, riwayat infertilitas/HSVB (High Social Value Baby) dan risiko-risiko kehamilan lain yang sebaiknya dikonsulkan ke dokter ahli,” ujar dokter yang bertugas di Divisi Fertilitas, Endokrinologi Reproduksi RSUP Denpasar/FK Unud ini.

Satu mitos yang masih dipercaya masyarakat adalah, setelah istri hamil maka hubungan seksual tetap diperlukan untuk  “melengkapi” organ-organ bayi dalam rahim. “Ini pandangan yang sangat keliru. Begitu pembuahan terjadi maka embrio yang terbentuk akan berkembang sendiri tanpa membutuhkan sel mani tambahan. Posisi hubungan seksual saat kehamilan juga perlu diperhitungkan dengan bijak untuk mencapai kenyamanan bersama,” tandas Ketua POGI (Persatuan Obstetri Ginekologi) Denpasar ini.

Untuk trimester pertama mungkin posisi belum menjadi masalah karena rahim belum begitu membesar. Tetapi, memasuki trimester kedua, sebaiknya dilakukan dengan posisi miring satu sisi.

Apakah istri boleh orgasme? Ada kekhawatiran saat orgasme akan ada kontraksi otot rahim sehingga dikhawatirkan merangsang persalinan prematur atau abortus. Tetapi, kekhawatiran tersebut tidak terbukti karena mekanisme kontraksi rahim saat persalinan lebih tergantung kepada adanya hormon tertentu (oksitosin) sehingga kontraksi otot saat orgasme tidak memengaruhi kehamilan.

Ada pendapat lagi bahwa air mani mengandung suatu hormon (prostaglandin) yang bisa merangsang kontraksi rahim. Mungkin pengaruh tersebut bisa terjadi di trimester akhir kehamilan, saat otot-otot rahim sudah lebih sensitif terhadap rangsangan kontraksi. “Tetapi hal ini bisa diatasi dengan pemakaian kondom,” kata dokter asal Bondalem, Buleleng ini.

Seks menurut pria yang akrab disapa dokter Kadek ini ada dua, seks “recreatie” (untuk kesenangan, kepuasan menjadi tujuan utama) dan seks “pro-creatie” (untuk menjadi hamil, pembuahan menjadi tujuan utama). Alangkah baiknya kalau kedua tujuan tersebut bisa dicapai secara bersamaan. Ada yang mengatakan jenis seks lain, seks “relasi”, seks “sosialisasi”, dan mungkin banyak lagi jenis-jenis seks lain sesuai “kepentingan” yang diinginkan. “Intinya, seks saat kehamilan tetap aman sepanjang kehamilan tersebut tidak berisiko,” tegas Ketua PERMI (Persatuan Menopausa Indonesia) Bali ini. –wah

Leave a comment